Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Sebagaimana kita mengetahui bahwa
gerhana matahari dan bulan merupakan fenomena alam yang tidak seperti
biasanya, maka Allah Ta’ala mensyariatkan atas kita melalui lisan
Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam untuk melaksanakan shalat gerhana. Pada gerhana matahari biasanya disebut dengan shalat kusuf, sedangkan pada gerhana bulan dengan shalat khusuf.
Namun terkadang kedua nama tersebut memiliki arti yang sama. Artinya
kusuf bisa digunakan untuk gerhana matahari dan bulan, begitu juga
khusuf.
Pada malam ini, Ahad 15 Muharram 1433 H,
Insya Allah akan terjadi gerhana bulan total. Gerhana ini dapat
disaksikan di seluruh wilayah di Tanah Air. Karenanya, kaum muslimin
yang menyaksikan gerhana tersebut disyariatkan untuk mengerjakan shalat
khusuf. Kaifiyahnya, memiliki sedikit perbedaan dari shalat pada
umumnya. Karenanya perlu kami suguhkan lagi tulisan berkaitan dengan
tata cara shalat gerhana ini.
Tidak ada perselisihan di antara ulama,
shalat gerhana dikerjakan dua rakaat. Dan pendapat yang masyhur dari
pelaksanaannya adalah pada setiap rakaatnya dua kali berdiri, dua kali
bacaan, dua kali ruku', dan dua kali sujud. Ini adalah pendapat Imam
Malik, Imam al-Syafi'i, dan Imam Ahmad rahimahumullah. Argument mereka sebagai berikut:
Pertama: Hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, ia mengatakan: "Terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
lalu beliau shalat dan orang-orang mengikuti shalat beliau. Kemudian
beliau berdiri dalam waktu yang sangat panjang sepanjang sekitar bacaan
surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang sangat
panjang. Kemudian beliau berdiri cukup panjang, namun lebih pendek dari
yang pertama. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang cukup panjang,
namun lebih pendek daripada ruku' yang pertama." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Kedua: Hadits Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
mengerjakan shalat pada saat terjadi gerhana matahari. Kemudian beliau
berdiri lalu bertakbir, lantas membaca bacaan yang sangat panjang.
Kemudian ruku' dengan ruku' yang sangat panjang, kemudian mengangkat
kepalanya sambil berucap, SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH. Beliau
tetap berdiri seperti itu, kemudian membaca bacaan yang sangat panjang,
tetapi lebih pendek dibandingkan bacaan yang pertama. Kemudian beliau
ruku' dengan ruku' yang sangat panjang, tetapi tidak sepanjang ruku'
yang pertama. Kemudian beliau sujud dengan sujud yang panjang. Beliau
melakukan itu pada rakaat kedua, kemudian mengucapkan salam." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Ketiga: Hadits jabir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: "Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pada hari yang sangat panas. Kemudian beliau shalat bersama para
sahabatnya dengan memperpanjang berdiri hingga membuat mereka jatuh
tersungkur. Kemudian beliau ruku' dengan panjang, lalu mengangkat
kepalanya dan berdiri dengan masa yang panjang. Kemudian beliau ruku'
kembali dengan ruku' yang panjang. Kemudian beliau sujud dua kali, lalu
berdiri kembali. Beliau mengulanginya seperti rakaat pertama. Jadi
shalat tersebut, empat kali ruku' dan empat kali sujud." (HR. Muslim,
Abu Dawud, al-Nasai, dan Ahmad)
Jadi dapat diringkas dari tata cara pelaksanaan shalat gerhana sebagai berikut:
- Bertakbir, membaca istiftah, Isti'adzah, al-Fatihah, kemudian membaca surat yang panjang, setara surat Al-Baqarah.
- Ruku' dengan ruku' yang panjang (lama).
- Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
- Tidak langsung sujud, tetapi membaca kembali surat Al-Fatihah dan surat dari Al-Qur'an namun tidak sepanjang pada bacaan sebelumnya.
- Ruku' kembali dengan ruku' yang panjang tapi tidak sepanjang yang pertama.
- Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan, Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
- Sujud, lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali.
- Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, dan caranya seperti pada rakaat pertama tadi.
Catatan:
* Disunnahkan pelaksanaan shalat gerhana di masjid, tidak ada azan atau iqomah sebelumnya, hanya panggilan “Al-Shalatul Jami'ah.”
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa telah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu
beliau mengutus seorang untuk menyeru “Al-Shalatul Jami'ah,” maka
mereka berkumpul dan beliau maju bertakbir dan shalat dua rakaat dengan
empat ruku' dan empat sujud." (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr, ia mengatakan: "Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, diserukan “Al-Shalatul Jami'ah”. (HR. Al-Bukhari)
* Disunnahkan Imam
untuk memberikan nasihat kepada manusia dengan berkhutbah setelah
shalat, memperingatkan mereka agar tidak lalai dan memerintahkan mereka
supaya memperbanyak doa, istighfar, dan amal shalih. Hal ini didasarkan
pada hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah
selesai dari shalat, beliau berdiri dan berkhutbah kepada jama'ah.
Beliau memuji Allah dan menyanjungnya. Kemudian beliau mengatakan,
إِنَّ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ
لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا
اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ
مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ
عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ
تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
"Sesungguhnya matahari dan bulan
adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak
mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena
hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya bersegeralah berdoa
kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekahlah. Kemudian
beliau bersabda: Wahai Umat Muhammad, demi allah, tidak ada seorangpun
yang lebih pencemburu daripada Allah. (Dia cemburu) hamba sahaya
laki-laki dan hamba sahaya perampuan-Nya berzina. Wahai umat Muhammad,
demi Allah kalau saja kalian tahu apa yang aku ketahui niscaya kalian
sedikti tertawa dan banyak menangis." (HR. Al-Bukhari)
Maknanya, tidak ada yang lebih banyak
mencela perbautan keji (zina) daripada Allah Ta'ala. Yang ini
mengindikasikan, bahwa Allah akan menghukum pelaku zina di dunia dan
akhirat, atau di salah satunya. Ini memiliki korelasi dengan perintah
untuk memperbanyak istighfar, zikir, doa, shalat dan shadaqah, karena
maksiat adalah sebab utama datangnya bala' dan musibah, dan maksiat yang
paling hina adalah berzina. (Diringkaskan dari ketarangan Ibnul Hajar
dalam Fath al-Baari, Bab Shadaqah fi al-Kusuf). Wallahu Ta'ala A'lam.
[PurWD/voa-islam.com]
disalin dari Voiceofal-Islam tulisan Badrul Tamam sabtu, 10 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar