Kamis, 25 November 2010

Cinta anak secara proporsional


Betapa senang dan bersyukurnya Ibrahim AS ketika Allah mengaruniai seorang anak saat dirinya berusia 70 tahun. Ketika anak itu telah menunjukkan tanda-tanda kedewasaannya, terasa membanggakan dan memperlihatkan kemandiriannya, Ibrahim mendapat perintah agar menyembelih anak tercinta satu-satunya itu. Peristiwa dramatis itu kemudian direkam dalam Alquran (QS Al-Shaffat: 102).

Tetapi, ketika upacara penyembelihan berlangsung, Allah menggantikannya dengan seekor domba gemuk.

Peristiwa ini merupakan ajaran yang sangat revolusioner sepanjang sejarah manusia.



Ibrahim AS berhasil mengembalikan hakikat dan esensi kurban kepada asalnya. Kemuliaan dan kesabaran Ibrahim dalam menghadapi ujian itu kemudian menjadi ibadah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW melalui ritual haji sebagai rekonstruksi perjalanan Ibrahim AS.

Di antara pesan yang sangat penting dari kisah itu adalah peringatan Allah agar kita tidak memberhalakan dunia yang termanifestasi terutama dalam bentuk cinta kepada anak sehingga melupakan cinta kepada Tuhan dan sesama manusia. Memang salah satu kecenderungan dasar manusia adalah cinta kepada lawan jenis, membanggakan anak, harta, perhiasan, sawah, kendaraan dan kesenangan duniawi lainnya (QS Ali Imron: 14).

Teramat mudah dijumpai betapa orangtua rela bekerja keras, membanting tulang, mengumpulkan uang demi kebahagiaan anak mereka. Karena cinta kepada anak pula, kadang-kadang orangtua kehilangan akal sehat dan lepas kontrol moralnya sehingga tidak segan-segan melakukan korupsi karena didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan ekonomis keluarga.

Melalui kisah Ibrahim AS, kita diperingatkan oleh Allah agar kecintaan pada dunia tidak mengalahkan atau bahkan melupakan cinta kepada Allah. Janganlah kecintaan pada anak menjadi berhala yang bersemayam di hati dan pikiran sehingga menutup nurani untuk melihat kebenaran dan lebih jauh lagi jangan sampai lupa bahwa anak adalah amanat yang harus disyukuri dan dipertanggungjawabkan.

Kecintaan orangtua kepada anak bisa tidak murni karena terbajak oleh proyeksi egonya, yang terarahkan tidak hanya kepada anak tetapi juga kepada materi, jabatan, popularitas dan kemegahan. Egoisme destruktif inilah yang seharusnya disembelih yang antara lain disimbolkan melalui menyembelih seekor binatang.

Penyembelihan kurban merupakan perlambang bahwa kita pada hakikatnya menyembelih sifat-sifat kebinatangan. Seperti sikap egois, mementingkan diri sendiri, suka merusak, tamak, memprovokasi, tidak pernah puas, mau menang sendiri dan menindas orang yang lemah. Itu semua adalah sifat dan sikap yang harus dibuang jauh, untuk selanjutnya digantikan dengan sifat dan sikap mulia: suka menolong, santun, sederhana, terbuka, mengutamakan kemaslahatan bersama, mau menerima kritik dan rendah hati.

Setiap orang yang berkurban menyerahkan kambing atau sapi. Bagi orang yang berkurban, penyembelihan itu merupakan simbol ketaatan dan ketulusan serta pengabdian kepada Allah, dengan disertai rasa tidak memutlakkan kepemilikan harta dan anak. Sementara secara sosial, manfaat daging kurban bisa dinikmati oleh anggota masyarakat di sekitarnya sebagai bentuk solidaritas kepada sesama manusia (QS Al-Hajj: 26).

Rangkaian ibadah kurban lebih tepat dipahami sebagai medium yang diciptakan Allah untuk memberi pelajaran kepada umat manusia secara universal mengenai makna hidup dan kehidupan, agar rasa kepemilikan dan kecintaan kepada pangkat, kedudukan, harta dan anak berada pada batas proporsinya.

20 Ciri Anak Anda Tergolong "Underachiever"

Rabu, 24 November 2010 | 15:13 WIB
CK
ILUSTRASI: Anak yang underachieve atau underachiever kemungkinan adalah anak yang kreatif, sangat verbal dan berkemampuan matematis yang sangat tinggi.

KOMPAS.com — Menurut dr Sylvia Rimm, Profesor di Case Western Reserve University School of Medicine, Amerika Serikat, anak dengan keterbelakangan atau underachiever kemungkinan adalah anak yang kreatif, sangat verbal, dan memiliki kemampuan matematis yang sangat tinggi. Meskipun begitu, dengan bakat yang dia dimiliki, anak yang tergolong underachiever tidak sesukses anak-anak lain di sekolahnya.
Rimm, psikolog dan penulis buku laris See Jane Win itu, mengatakan bahwa underachievement dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan atau kegagalan untuk menampilkan tingkah laku atau prestasi sesuai usia atau bakat yang dimiliki anak. Menurut Rimm, dengan kata lain, potensi si anak tidak terpenuhi (unfulfilled potentials).
Memperkuat pandangan Rimm, menurut Montgomery seperti dalam jurnal Westminster Institute of Education, seorang anak dapat dikatakan underfunctioning bila memiliki lima dari indikator yang ada di bawah ini, yaitu:
1. Adanya pola yang tidak konsisten pada pencapaian dalam tugas-tugas sekolah
2. Adanya pola yang tidak konsisten pada pencapaian pada mata pelajaran tertentu
3. Adanya ketidakcocokan antara kemampuan dan pencapaian karena kemampuan yang dimiliki ternyata lebih tinggi
4. Konsentrasi yang kurang
5. Suka melamun atau mengkhayal di dalam kelas
6. Terlalu banyak melawak di dalam kelas
7. Selalu mempunyai strategi untuk menghindari pengerjaan tugas sekolah
8. Kemampuan belajar yang rendah
9. Kebiasaan belajar yang tidak baik
10. Sering menghindar dan tidak menyelesaikan tugas-tugas sekolah
11. Menolak untuk menuliskan apa pun
12. Terlalu banyak aktivitas dan gelisah atau tidak bisa diam
13. Terlalu kasar dan agresif atau terlalu submisif dan kaku dalam bergaul
14. Adanya ketidakmampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan sosial dengan teman sebaya
15. Adanya ketidakmampuan untuk menghadapi kegagalan
16. Adanya ketakutan dan menghindar dari kesuksesan
17. Kurang mampu untuk menggali pengetahuan yang dalam tentang diri dan orang lain
18. Kemampuan berbahasa yang rendah
19. Terus berbicara dan selalu menghindar untuk mengerjakan sesuatu
20. Merupakan bagian dari kelompok minoritas

Sumber: www.episentrum.com  & www.wholefamily.com

Selamat Hari Guru, dan Jadilah Guru Profesional yang Berkarakter

Wijaya Kusumah
| 25 November 2010 |
dari Kompasianer

1290620416888268621
Setiap tanggal 25 November 2010, para guru berulang tahun. Ulang tahun yang usianya sama dengan ulang tahun kemerdekaan negera republik Indonesia. Artinya, sudah 65 tahun perayaan ulang tahun guru rutin setiap tahun diselenggarakan. Kebetulan tanggal itu adalah tanggal dimana Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dibentuk. Tentu kita berharap banyak kepada organisasi PGRI di hari ulang tahunnya yang ke-65 ini.
Dengan usianya yang sudah masuk usia manusia lanjut usia (manula), seharusnya PGRI sudah semakin bijaksana, dan mampu menjalankan program kerjanya yang berpihak kepada peningkatan kinerja guru untuk menjadi guru profesional. Bukan hanya profesional, tetapi juga berkarakter. Sebab guru yang berkarakter akan mampu menularkan karakter yang baik kepada para peserta didiknya.  Bila guru tak memiliki karakter yang baik, maka akan jadi apa para peserta didiknya kelak. Bisa jadi, gayus-gayus baru akan bermunculan di negeri ajaib ini.
Hal itulah yang terjadi saat ini. Korupsi begitu merajalela. Kejujuran dan Kepedulian nampaknya menjadi sesuatu yang langka dimiliki oleh para pendidik. Demi sebuah prestise menjadi guru profesional, banyak oknum guru yang  menanggalkan kejujurannya, hanya demi selembar sertifikat guru profesional. Kepedulian kepada sesama gurupun sudah mulai pudar, dimana kolaborasi guru dalam melakukan kegiatan ilmiah seolah-olah hilang ditelan bumi. Hanya sedikit sekali guru yang mampu membuat dan menulis karya tulisnya sendiri.
Terungkapnya kasus plagiasi 1.700 guru di Riau menunjukkan sebagian kecil dari kecurangan dalam memenuhi portofolio sertifikasi guru. Banyak masyarakat yang merisaukan aneka pelanggaran itu, tetapi program sertifikasi terus saja melaju atas nama pemenuhan amanat peraturan perundang-undangan. Kita pun hanya bisa mengurut dada, sebab kasus plagiasi masih terus terjadi, dan itu masih dilakukan oleh mereka yang bernama guru.
Tentu kita berharap ada perbaikan terus menerus dalam sistem sertifikasi guru yang menguntungkan para guru itu sendiri. Sebab tujuan sertifikasi itu sendiri sangat mulia, dimana harkat dan martabat guru ditingkatkan dan profesi guru diakui sama dan sejajar dengan profesi lainnya. Disamping kesejahteraan guru ditingkatkan, profesionalisme guru juga diperhatikan oleh pemerintah.
PGRI sebagai induk organisasi yang mengayomi para guru, harus mampu berkiprah lebih baik lagi dalam melaksanakan program kerjanya. Sebab sampai saat ini, PGRI terkesan hanya milik elit tertentu, dan pengurusnya kurang membumi. Sehingga wajar banyak guru yang tak merasa memiliki induk organisasi seperti PGRI. Bahkan terdengar kabar ada pengurus PGRI yang tak mau dilengserkan padahal kinerjanya sama sekali tak ada.
Mereka-mereka yang tak puas degan kinerja PGRI akhirnya membentuk organisasi baru yang dibentuk bukan untuk menyayingi PGRI, tetapi menjadi mitra PGRI agar kualitas dan kompetensi guru menjadi lebih baik lagi dengan mengadakan berbagai pelatihan guru. Diantara organisasi itu adalah Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang diketui oleh Satria Darma dengan sekjennya Mohammad Ihsan.
IGI telah mampu membuktikan diri untuk terus menerus meningkatkan profesionalisme guru, dan menjadikan guru berkarakter. Semua program kerja IGI telah didukung oleh kementrian pendidikan nasional, disambut baik oleh menteri pendidikan nasional, Prof. Dr. Moh. Nuh.
Sebagai seorang guru, tentu saya banyak terlibat dalam kegiatan IGI ini, dan saya merasakan benar kehadiran IGI telah membawa warna baru bagi dunia pendidikan kita, khususnya dalam meningkatkan kompetensi guru agar mampu profesional di bidang mata pelajaran yang diampunya.
Hal ini tentu membuat para guru senang, dan berbondong-bondong untuk hadir dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh IGI. Hampir setiap kegiatan yang dilakukan oleh IGI selalu ramai dipenuhi oleh para guru, dan mereka sangat antusias  dengan program-program IGI yang berpihak kepada peningkatan mutu pembelajaran.
Akhirnya, saya ucapkan selamat hari ulang tahun buat para guru di Indonesia. Jadilah guru profesional yang berkarakter dan benahi karakter bangsa melalui pendidikan. Kita persiapkan generasi muda kita dengan pendidikan karakter yang membawa peserta didik menjadi cerdas dan berakhlak mulia.

TEKNOLOGI PEMBELAJARAN Minim, Guru yang Melek IT

Laporan wartawan KOMPAS Robertus Benny Dwi Koesnanto
Kamis, 11 November 2010 | 19:38 WIB
M.LATIEF/KOMPAS.COMILUSTRASI: Selain sarana prasarana yang belum tersedia, banyak juga guru yang masih tergolong gagap teknologi tentang aplikasi berbagai program pengajaran.

DENPASAR, KOMPAS.com - Jumlah guru di Tanah Air yang melek teknologi informasi, khususnya untuk melengkapi media ajar di kelas, masih sedikit. Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya ketersediaan sarana-prasarana hingga pelatihan.
Hal itu terungkap dalam Pelatihan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) bagi 100 guru SMA/SMK di Denpasar yang diprakarsai Telkomsel di Sanur, Kamis (11/11/2010). Pelatihan itu merupakan wujud dari tanggung jawab sosial Telkomsel dalam bidang pendidikan serta internet sehat dengan menggandeng Musyawarah Guru Mata Pelajaran setempat.
Selain Denpasar, kegiatan serupa telah digelar di Bandung, Jakarta, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Padang, Cimahi, Semarang, Malang, Sidoarjo dan akan segera dilanjutkan pelatihan yang sama di berbagai kabupaten lain di seluruh Indonesia.
Pemateri dalam pelatihan itu, Tedy Setiawan, mengungkapkan umumnya guru yang ikut pelatihan serupa di kota-kota itu belum sepenuhnya menggunakan ICT dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Selain sarana prasarana yang belum tersedia, mereka juga masih banyak yang tergolong gagap teknologi tentang aplikasi berbagai program pengajaran.
"Mereka antusias untuk belajar dan memulainya di kelas. Modal awal ini harus ditindaklanjuti secara simultan oleh pihak sekolah maupun pemerintah daerah," kata Tedy.
Tedy mengungkapkan, Kementerian Pendidikan Nasional telah mengembangkan teknik metodologinya, sedangkan pelatihan kali ini lebih menitikberatkan pada konten dengan banyak pendekatan ICT. Dia mengharapkan materi pelajaran yang disampaikan ke siswa diharapkan lebih menyenangkan, lebih mudah penerapannya, sekaligus para guru nantinya akan selalu mendapatkan update bahan ajar untuk diimplementasikan di sekolah masing-masing melalui forum di website www.telkomselsahabatguru.com.
Manager Telkomsel Denpasar Handrat Widjanarko mengungkapkan, sebagai kelanjutan pelatihan ini, Telkomsel juga telah memberikan sebuah wadah bagi para guru di Indonesia untuk saling bertukar pikiran sekaligus berinteraksi dengan sesama guru di seluruh Indonesia. Dalam aplikasi tersebut tersedia bahan ajar, solusi dan simulasi pemecahan soal, latihan soal, video tutorial, e-book, tips dan trik menjawab soal matematika, sekaligus forum komunikasi guru di Tanah Air.