Kamis, 11 November 2010

Bahasa Asing Jangan Jadi Bahasa Pengantar

Kamis, 11 November 2010 | 04:04 WIB
Bangkok, Kompas - Untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran di sekolah, hindari penggunaan bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Dengan bahasa asing, siswa dikhawatirkan justru akan bingung dan tidak mengerti persoalan atau malah salah pengertian.
Kekhawatiran itu diungkapkan berkali-kali oleh para peserta dan pembicara dalam sesi diskusi konferensi internasional mengenai ”Language, Education, and the Millenium Development Goals (MDGs)”, Rabu (10/11) di Bangkok, Thailand.
Dari berbagai pengalaman yang diceritakan para peserta dan pembicara, mayoritas bahkan menilai, penggunaan bahasa asing yang terlalu dini di taman bermain dan taman kanak-kanak justru akan mengacaukan kemampuan berbahasa anak.
”Di satu sisi, anak tidak fasih bahasa Inggris karena tidak dipakai sehari-hari. Di sisi lain, penggunaan bahasa ibu juga lama-lama menjadi tidak lancar karena di sekolah mulai ditinggalkan,” kata penasihat pendidikan di Save the Children Inggris, Helen Pinnock, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Luki Aulia.
Direktur SIL International-LEAD Asia Catherine Young juga khawatir jika siswa tidak mengerti bahasa pengantar yang digunakan di sekolahnya, lambat laun minat dan semangat anak bisa menurun dan berakhir dengan drop out.
Keberhasilan MDGs
Sehari sebelumnya, saat membuka konferensi, Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva mengatakan, ”Ilmu pengetahuan apa pun akan lebih cepat dimengerti siswa jika disampaikan dalam bahasa mereka sendiri.” Apalagi di masyarakat yang tinggal di pedesaan, daerah perbatasan, dan kelompok masyarakat miskin.
Masyarakat pedesaan, daerah perbatasan, dan miskin itulah yang dinilai Abhisit masih tertinggal karena tidak bisa memperoleh informasi atau pengetahuan hanya karena mereka tidak menguasai bahasa nasional ataupun bahasa internasional.
Bahkan, menurut pakar bahasa Inggris dari University of Oxford, Inggris, Suzanne Romaine, masyarakat lokal, terutama kelompok minoritas, akan tergilas roda pembangunan jika mereka masih saja terhambat urusan bahasa. Jika pemerintah mau peduli untuk mempertahankan bahasa ibu, taraf hidup masyarakat dipastikan akan membaik.
”Berikan kebebasan masyarakat untuk menggunakan bahasa mereka sebagai sarana untuk mengembangkan diri sendiri,” kata Romaine.
Jika masyarakat lokal dipaksa untuk menggunakan bahasa selain bahasa ibu, Helen Pinnock khawatir masyarakat takut mencoba hal baru dan akan kian tertinggal.
Bukan ukuran
Helen menilai, tidak ada salahnya mengajarkan bahasa asing di jenjang pendidikan dasar asalkan menjadi salah satu mata pelajaran dan bukan bahasa pengantar. Helen juga mengingatkan, bahasa asing sebagai bahasa pengantar tidak bisa dijadikan ukuran mutu suatu sekolah.
”Yang penting benahi metode pengajaran, cara belajar siswa, dan cara guru mengajar. Kuncinya, buat anak nyaman belajar di sekolah, apakah itu dengan bahasa lokal, nasional, atau asing,” kata Helen.
Dalam lingkup yang lebih luas, Helen mengingatkan pentingnya menentukan arah pendidikan. Sumber daya manusia seperti apa yang diharapkan akan dihasilkan institusi pendidikan untuk menghadapi tantangan masa depan.
”Sangat bergantung pada rencana pembangunan jangka panjang pemerintah. Setelah tahu itu, barulah kurikulum seperti apa yang harus dibuat,” ujarnya.
Pengakuan
Suzanne Romaine mengaku khawatir dengan banyaknya negara yang menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Apalagi jika latar belakang pemikirannya hanya agar bisa diakui memiliki standar internasional.
Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar justru akan berisiko bagi negara-negara yang bahasa utamanya bukan bahasa Inggris. Kondisi belajar-mengajar akan semakin tidak jelas karena masih banyak guru yang tidak mahir berbicara dalam bahasa Inggris, apalagi mengajar dalam bahasa Inggris.
Daripada menggunakan bahasa Inggris, Romaine mengusulkan agar lebih baik menggunakan bahasa lokal, terutama bagi siswa yang tinggal di daerah pedesaan atau daerah terpencil.
”Ajarkan bahasa ibu dulu. Baru seiring dengan itu, sedikit demi sedikit, ajarkan bahasa lain,” kata Romaine.

Doa Tambah Ilmu/ Keselamatan Keluarga ,Terhindar Ajakan Orang


    Doa Agar Ditambah Ilmu:



Rabbi zidni ‘ilman.
Artinya: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”

Doa Keselamatan dan Keluarga :

Rabbi najjini wa ahli mimma ya’maluna.
Artinya: “Wahai Tuhanku, selamatkanlah aku dan keluargaku dari perbuatan mereka.”

Doa Terhindar dari Ajakan Orang Berbuat Jahat:


Rabbis sijni ahabbu ilayya mimma yad’unani ilaihi wa illa tasrif ‘anni  kaidahunna asabu ilaihinna wa akum minal jahilina.
Artinya: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan aku dari tipu-daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.”

Sukarelawan Guru di Tengah Bencana

SM 11 Nopember 2010/Pendidikan : DI tengah kondisi darurat bencana di Indonesia, seharusnya kegiatan belajar mengajar tetap dijalankan. Sebagaimana Jepang saat luluh lantak terkena bom atom milik Amerika. Di tengah puing-puing kehancuran itu, Jepang mencoba bangkit melalui pendidikan dengan mencari guru-guru yang masih hidup.

Apa yang dilakukan Jepang sebetulnya mengajarkan betapa pendidikan idealnya tetap dilakukan, meski kondisi darurat sekalipun. Hal inilah yang seharusnya diilhami Indonesia. Infrastruktur boleh rusak dan korban berjatuhan, tetapi pendidikan tetap harus berjalan.

Untuk tetap menyelenggarakan pendidikan di tengah bencana, keberadaan sukarelawan guru mutlak adanya.

Sejauh ini, sukarelawan guru di lokasi-lokasi bencana di Indonesia masih minim. Mayoritas mereka yang ada hanya dari kalangan tim SAR, tenaga kesehatan, dan bantuan logistik. Sementara untuk sukarelawan guru sangat minim, bahkan nyaris tidak ada.

Padahal keberadaan sukarelawan guru sangat penting untuk menghapus trauma anak-anak dan menyemangati mereka agar tetap bersemangat belajar.  Karena itu, dinas-dinas terkait seperti dinas pendidikan sangat ditunggu partisipasinya.

Dinas pendidikan semestinya juga mengirimkan sukarelawan guru di lokasi-lokasi bencana. Mereka inilah yang nanti bertugas untuk menyelenggarakan pendidikan di tengah bencana. Karena pendidikan darurat, tentu berbeda dari saat kondisi normal.
Namun yang terpenting dari kegiatan ini adalah untuk memulihkan mental psikis anak-anak agar tetap mau belajar. Tentu saja dalam pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan pihak terkait, BNBP misalnya.(75)

Korban Merapi yang Meninggal di RS Sardjito 107 Orang

Kamis, 11 November 2010, 08:11 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Korban meninggal dunia akibat letusan awan panas Gunung Merapi yang dibawa ke Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Jumat (5/11) dini hari hingga Kamis, pukul 07.00 WIB, mencapai 107 orang. Tim Forensik Rumah Sakit (RS) Sardjito Yogyakarta dibantu tim "Disaster Victim Identification" (DVI) Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta telah berhasil mengidentifikasi sebanyak 54 jenazah dari 107 jenazah yang dibawa ke rumah sakit rujukan di provinsi ini.
RS Sardjito Yogyakarta hingga kini masih merawat 25 korban luka bakar akibat letusan Gunung Merapi pada Jumat (5/10) dini hari yang tersebar di beberapa bangsal rawat inap di rumah sakit. "Pasien yang dirawat di RS sebagian besar mengalami luka bakar lebih dari 40 persen sehingga membutuhkan perawatan yang lebih intensif," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas Rumah Sakit (RS) Sardjito Yogyakarta Trisno Heru Nugroho.
Menurut dia, korban luka bakar tersebut harus menjalani perawatan yang intensif karena sangat rentan dengan infeksi. "Tim medis harus cermat merawat dan mengobat korban luka bakar letusan awan panas Gunung Merapi pada Jumat (5/11) dini hari agar jangan terinfeksi," katanya.
Selain merawat korban luka bakar, RS Sardjito hingga kini masih merawat 78 korban nonluka bakar sehingga total korban luka yang kini menjalani perawatan di rumah sakit ini mencapai 103 orang. Sementara di pos antemortem DVI Polda DIY telah menerima sebanyak 230 laporan orang hilang sejak Jumat (5/11). Jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi pada Jumat dini hari kemungkinan masih akan terus bertambah karena tim gabungan yang terdiri atas anggota pencarian dan penyelamatan (SAR), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan relawan masih terus melakukan proses evakuasi, terutama di dusun sekitar Kali Gendol.
Tim SAR DIY, TNI, dan relawan hingga kini masih menemukan jenazah di dusun-dusun sekitar Kali Gendol yang letaknya tidak jauh dari puncak gunung yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istime Yogyakarta.