Jumat, 16 Desember 2011

RSBI Bukan Segala-galanya

SEKOLAH dengan predikat rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dalam perkembangannya menjadi surprise tapi banyak menimbulkan kecemburuan sosial. Sekolah yang dipatok seperangkat hal yang dipandang serbalebih dibandingkan dengan sekolah non-RSBI belakangan ini menjadi impian banyak siswa, bahkan impian sejumlah orang tua murid.

Orang tua bahkan rela berpartisipasi secara finansial asal anaknya sekolah di RSBI. Dampaknya ada kesan khusus di masyarakat bahwa sekolah RSBI mahal dan karena mahal maka tercipta citra khusus bahwa lembaga itu ’’bermutu’’. Kajian dan evaluasi yang telah dilakukan oleh Kemdikbud terungkap adanya kerisauan masyarakat atas tingginya biaya pendidikan di RSBI. Bahkan ada wacana sekolah yang memang merisaukan masyarakat tersebut setelah dievaluasi akan diturunkan statusnya menjadi sekolah standar nasional (SSN) lagi.

Berkaitan dengan banyaknya isu miring tentang RSBI, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud menyiapkan instrumen guna mengevaluasi sekaligus menyeleksi kelayakan sekolah tersebut. (SM, 08/12/11).
Sebenarnya sebuah sekolah bermutu atau tidak, bukan bergantung pada predikat RSBI atau bukan. Sebuah sekolah dikatakan bermutu apabila proses pendidikan di sekolah tersebut mampu memuaskan masyarakat (baca: orang tua siswa) terhadap perkembangan kecerdasan anaknya setelah menjalani proses pendidikan di sekolah itu. Sekolah yang pelaksanaan pendidikannya atau pelayanan yang diberikannya sesuai atau melebihi harapan para orang tua dan peserta didik.

Orang tua puas akan pembinaan pribadi anaknya sehingga setelah bersekolah di lembaga itu anaknya punya budaya belajar. Kemampuan akademik serta bakat dan minat anaknya pun makin berkembang. Peserta didik sendiri merasa puas dengan banyaknya pilihan kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Kurikulum dan implementasinya mereka rasakan mampu mendorong pengembangan pribadinya menjadi kreatif, mandiri, dan memotivasi agar cukup ruang untuk menciptakan prakarsa-prakarsa baru yang inovatif.

Bagi pemakai tamatan/ lulusan sekolah dianggap bermutu apabila kompetensi lulusannya benar-benar dapat diandalkan, serta mempunyai etos kerja dan motivasi untuk berprestasi tinggi. Lulusan sekolah tersebut mampu memenangi persaingan dalam memperoleh peluang dan kesempatan yang tersedia.

Semuanya itu dapat diciptakan oleh sekolah dengan predikat apa pun, tidak harus RSBI. Sebab, bila harus menunggu predikat tersebut, kapan sekolah di luar itu mampu menjadi institusi yang mampu menciptakan lulusannya seperti sudah disebutkan tadi, atau kapan sekolah itu akan mampu memuaskan orang tua yang menyekolahkan anaknya di tempat itu?

Pemberdayaan Unsur

Proses pendidikan di sekolah ditangani dan didukung oleh kurikulum, kepala sekolah, guru, karyawan, sarana/ prasarana, dan peserta didik itu sendiri. Semua komponen ini harus diberdayakan semaksimal mungkin. Kurikulumnya disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Kepala sekolah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pendidik, pimpinan, manajer, administrator, motivator, dan supervisor di sekolah.

Guru melaksanakan tugasnya sebagai pendidik yang luar biasa, yaitu selain mampu menjelaskan materi pelajaran dengan baik dan benar, serta memberikan contoh dengn tepat, dia juga mampu memberi inspirasi di benak peserta didik. Muaranya, apa yang disampaikan di kelas saat proses pembelajaran, peserta didik selalu ingat dan terngiang-ngiang dalam benak mereka. Untuk ini guru harus memulainya dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara cermat dan benar.

Karyawan juga diberdayakan secara maksimal sehingga tugas-tugas administrasi sekolah yang berkaitan dengan siswa dan lain-lain cepat tersaji sesuai dengan kebutuhan. Dengan sarana/ prasarana yang sederhana, tidak mewah tapi lengkap, guru dan karyawan dapat memanfaatkannya dengan penuh tanggung jawab.

Adapun siswa juga harus dalam keadaan siap fisik dan psikis untuk menerima dan melaksanakan proses pendidikan di sekolah. Bila semua unsur sudah diberdayakan secara maksimal, sekolah tidak perlu lagi mengejar predikat RSBI, tetapi cukup sekolah biasa yang mutunya tidak kalah berkualitas. RSBI bukan segala-galanya melainkan segalanya mampu dan bisa seperti RSBI yang full dana dan sarana itu. (10)

 — disalindari tulisan Bp Teguh Waluyo SPd MM, Kepala SMP Negeri 4 Semarang dari suaramerdekacetak16122011@paksaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar